Pesantren sebagai basis pendidikan tertua memiliki santri yang demikian banyak. Eksistensinya sebagai lembaga yang mengajarkan pendidikan agama tidak bisa diragukan lagi. Namun peran pesantren yang demikian itu mulai diusik dengan munculnya wacana RUU Pesantren. Bagaimana tanggapan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Jawa Timur, H Sudjak soal wacana tersebut. Berikut petikan wawancara wartawan Duta Masyarakat Abd. Aziz dengan H Sudjak.
Sudah mendengar isu pesantren akan diundang-undangkan?
Saya pernah mendengar rancangan undang-undang (RUU) pesantren. Tapi saya belum baca draftnya. Belum tahu persis tujuannya kemana.
Menurut Anda, apa pesantren butuh undang-undang (UU)?
Kalau kita mengacu pada perundang-undangan no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pesantren, maka secara eksplisit sudah dijelaskan.
Makdsudnya?
Dalam UU itu diantaranaya berbunyi pendidikan keagamaan berbentuk pesantren, diniyah dan seterusnya, maka dengan dicantumkannya diniyah sebagai pendidikan di pesantren, pesantren dari dulu sudah memiliki UU.
Artinya, UU pesantren secara khusus tidak perlu?
Menurut hemat saya pesantren tak butuh UU. Tinggal sekarang implementasi dari UU nomor 20 itu. Implementasinya dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai penjelasan dari UU ini sudah ada.
Apa itu?
Yaitu PP no 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Yang diatur dalam PP ini secara umum. Seperti menjadikan madin menjadi pendidikan non-formal.
Kembali ke UU tahun 2003, apakah UU itu cukup?
UU itu sebagai payung hukum dari pesantren. Sekali lagi, saat ini yang dibutuhkan adalah implementasi. Implementasinya sudah dalam bentuk PP sebagai penjelasan sekaligus penjabaran.
Yang diatur dalam PP itu apa?
PP itu mengatur secara garis besar. Maka aturan pelaksanaan itu berdasarkan kementerian agama (kemenag) terkait. Karena berdasarkan aturan, pesantren berada di bawah naungan Kemenag. Pelaksanaan PP itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag).
RUU itu digulirkan DPR RI, diduga ada muatan politik, menurut Anda bagaimana?
Saya bukan politisi, jadi tidak bisa menyikapi itu. Intinya sah-sah saja. Itu kan baru sekedar wacana. Tapi bagi saya, UU nomor 20 dan PP itu sudah cukup. Tinggal implementasinya saja.
Seandainya disahkan menjadi UU, plus minusnya bagi pesantren?
Wah, saya belum bisa membayangkan. Karena belum membaca draftnya.
RUU itu salah satunya untuk menghapus stigmasi pesantren sebagai sarang teroris, pantaskah?
Apa harus melalui UU. Teroris itu seharusnya melalui pembinaan dan pendekatan secara kontinyu.
Artinya, pesantren sebagai sarang teroris tidak benar?
Ya tidak benar. Justru pesantren mencetak kader bangsa yang tidak hanya berkiprah di dalam negeri bahkan go internasional. Seperti, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ada Din Syamsuddin yang kini menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Yang perlu dibenahi dari pesantren?
Pesantren saat ini selain mengajarkan pendidikan agama harus memberi keterampilan bagi santri-santrinya. Sebab, tidak semua santri akan menjadi kiai.
Jumlah pesantren di Jatim ada berapa?
Pesantren di Jatim yang terdaftar di Kemenag ada 6.003 dengan jumlah santri sekitar 1 juta. Jumlah yang banyak ini harus diberi keterampilan dan pengetahuan di bidang teknologi. *
Sudah mendengar isu pesantren akan diundang-undangkan?
Saya pernah mendengar rancangan undang-undang (RUU) pesantren. Tapi saya belum baca draftnya. Belum tahu persis tujuannya kemana.
Menurut Anda, apa pesantren butuh undang-undang (UU)?
Kalau kita mengacu pada perundang-undangan no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan pesantren, maka secara eksplisit sudah dijelaskan.
Makdsudnya?
Dalam UU itu diantaranaya berbunyi pendidikan keagamaan berbentuk pesantren, diniyah dan seterusnya, maka dengan dicantumkannya diniyah sebagai pendidikan di pesantren, pesantren dari dulu sudah memiliki UU.
Artinya, UU pesantren secara khusus tidak perlu?
Menurut hemat saya pesantren tak butuh UU. Tinggal sekarang implementasi dari UU nomor 20 itu. Implementasinya dalam peraturan pemerintah (PP) sebagai penjelasan dari UU ini sudah ada.
Apa itu?
Yaitu PP no 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Yang diatur dalam PP ini secara umum. Seperti menjadikan madin menjadi pendidikan non-formal.
Kembali ke UU tahun 2003, apakah UU itu cukup?
UU itu sebagai payung hukum dari pesantren. Sekali lagi, saat ini yang dibutuhkan adalah implementasi. Implementasinya sudah dalam bentuk PP sebagai penjelasan sekaligus penjabaran.
Yang diatur dalam PP itu apa?
PP itu mengatur secara garis besar. Maka aturan pelaksanaan itu berdasarkan kementerian agama (kemenag) terkait. Karena berdasarkan aturan, pesantren berada di bawah naungan Kemenag. Pelaksanaan PP itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag).
RUU itu digulirkan DPR RI, diduga ada muatan politik, menurut Anda bagaimana?
Saya bukan politisi, jadi tidak bisa menyikapi itu. Intinya sah-sah saja. Itu kan baru sekedar wacana. Tapi bagi saya, UU nomor 20 dan PP itu sudah cukup. Tinggal implementasinya saja.
Seandainya disahkan menjadi UU, plus minusnya bagi pesantren?
Wah, saya belum bisa membayangkan. Karena belum membaca draftnya.
RUU itu salah satunya untuk menghapus stigmasi pesantren sebagai sarang teroris, pantaskah?
Apa harus melalui UU. Teroris itu seharusnya melalui pembinaan dan pendekatan secara kontinyu.
Artinya, pesantren sebagai sarang teroris tidak benar?
Ya tidak benar. Justru pesantren mencetak kader bangsa yang tidak hanya berkiprah di dalam negeri bahkan go internasional. Seperti, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), ada Din Syamsuddin yang kini menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Yang perlu dibenahi dari pesantren?
Pesantren saat ini selain mengajarkan pendidikan agama harus memberi keterampilan bagi santri-santrinya. Sebab, tidak semua santri akan menjadi kiai.
Jumlah pesantren di Jatim ada berapa?
Pesantren di Jatim yang terdaftar di Kemenag ada 6.003 dengan jumlah santri sekitar 1 juta. Jumlah yang banyak ini harus diberi keterampilan dan pengetahuan di bidang teknologi. *
Sumber: http://dutaonline.com/wawancara-h-sudjak-kepala-kanwil-kemenag-jatim/


0 komentar:
Posting Komentar